Search

Minggu, 15 Oktober 2017

Leonardo Da Vinci

Leonardo da Vinci dilahirkan di Vinci, Italia pada tahun ini 1452. Ia dikenal sebagai tokoh pemdbaharuan dia Italia pada zaman Renaissance. Leonardo da Vinci belajar melukis pada Andrea del Verrocchio sekitar tahun 1466, dan kemudian menjadi pelukis besar di Eropa.  Leonardo da Vinci termasyur karena lukisanyaa yang mengagumkan, yaitu Jamuan Terakhir (The Last Supper)  dan Monalisa.  Jamuan Terakhir yang dilukis pada dinding biara Santa Maria di Milan, kini telah dirusak akibat usianya yang telah lama.  Karya Monalisa yang kini terdapat di Museum Louvre, Paris banyak mengandung misteri sampai sekarang.

Kaboel Suadi

Kaboel Suadi lahir di Cirebon pada 7 November nanti 1935. Beliau adalah seorang pelukis dan seniman grafis Indonesia. Pada awal 964 Kaboel mulai menempuh pendidikanya di Jurusan Arsitektur dan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 1969 beliau mendapat kesempatan untuk memperdalam seni grafis di Hochschule fur Bildende Kunste di Berlin Barat,  Jerman.

Kaboel mengajar di Institut Teknologi Bandung (ITB)  dan pensiun pada tahun 2000. Karyanya yang layak dicatat,  diantaranya adalah Monumen Pejuang Rakyat di Indramayu; 12 Patung Pahlawan Nasional di Graha Pemuda, Senayan Jakarta;  dan Replika Kereta Paksi Naga Liman untuk Expo Vancouver, Kanada. Selain itu, beliau juga pernah mengadakan pameran lukisan dan grafis di Indonesia, serta di berbagai kota di mancanegara, seperti Tokyo, Paris, Berlin,  Amsterdam, dan New York.

R. A Kosasih

Raden Ahmad Kosasih lahir di Bogor tahun 1919. Beliau adalah seorang penulis dan penggambar komik termasyur,  terutama mwnggambar sketsa-sketsa hitam putih tanpa memakai warna.  Karya-karyanya berhubungan dengan kesustraan Hindu ( Ramayana dan Mahabarata ) dan sastra tradisional Indonesia, terutama dari sastra Jawa dan Sunda.

Pada tahun 1953, Kosasih menerbitkan komik berjudul "Sri Asih". Komik ini sering dianggap sebagai tonggak awal perkembangan komik berbentuk buku di Indonesia sehingga R. A. Kosasih "didapuk" sebagai "Bapak Komik Indonesia" . Nama R. A. Kosasih pun semakin bersinar setelah beliau dianggap sebagai komikus yang berhasil membawa epik Mahabarata dari wayang kedalam media buku komik.

Hj. Rosma


Hj. Rosma lahir di Bonjo Panampuang, Sumatra Barat pada 10 Agustus 1926. Meski usianya sudah lanjut, beliau masih mahir dalam membuat sulaman bordir khas Sumatra. Ribuan motif sulaman bordir telah diciptakannya.

Sejak 1960-an Hj. Rosma sudah membuka rumahnya sebagai tempat kursus sulaman bordir.  Hj. Rosma adalah pengrajin sulaman bordir terkenal di Sumatera Barat dengan melatih generasi muda menjadi pengrajin.  Keunggulan sulaman Hj. Rosma adalah kecantikan dan kehalusan motifnya.

Atas jasa-jasa beliau dalam mengembangkan keterampilan kerajinan sulaman bordir,  pada 1987 beliau diberi Penghargaan Upakarti oleh Pemerintah Indonesia.

Iwan Tirta

Nusjirwan Tirtaamidjaja yang dikenal dengan nama Iwan Tirta lahir di Blora,  Jawa Tengah, 18 April 1935. Iwan Tirta sudah bersentuhan dengan budaya jawa sejak kecil.  Hasil penelitiannya tentang batik ia simpulkan dalam bukunya yang pertama, Batik, Pattern and Motifs pada tahun 1966.

Beliau berhasil mengembangkan batik dari selembar kain batik yang secara tradisional digunakan dengan dilitkan di tubuh, menjadi gaun yang indah.  Pergaulanya yang luas dengan berbagai kalangan dari Timur dan Barat membuatnya mampu membawa batik menjadi busana yang diterima bukan hanya di dalam negeri,  tetapi juga luar negeri. Hal-hal inilah yang membuat Iwan Tirta mendapat Anugerah Kebudayaan tahun 2004 Kategori Individu Peduli Tradisi.

Berikut adalah contoh hasil karya beliau :


Sabtu, 14 Oktober 2017

Biografi The S.I.G.I.T.


Grup band indie Indonesia yang punya kualitas bagus dalam musiknya. The SIGIT merupakan band indie asal bandung, yang dibentuk pada tahun 1997 ketika para personelnya masih duduk di bangku SMA. Nama The S.I.G.I.T itu sendiri baru dipakai pada tahun 2002. pada tahun 2004 mereka meluncurkan mini album yang berjudul ”EP” berisi 6 lagu. 

The S.I.G.I.T. bukanlah nama dari seorang personilnya (yang memang lazimnya nama Sigit adalah nama orang) atau singkatan dari nama para personilnya, namun The S.I.G.I.T merupakan singkatan dari “The Super Insurgent Group of Intemperance Talent”. Mari menyimak kisah Rektivianto Rekti Yoewono tentang hal yang mendorong dirinya untuk menamakan band-nya The S.I.G.I.T.: "Awalnya itu, saya kalau lagi nggak ada kerjaan, kalau lagi di Internet suka ke Google, iseng nyari nama sendiri. "Rekti" kalau di luar apa ya?,tutur vokalis-gitaris berusia 25 tahun itu. Terus ngetik nama bapak saya, Sigit. Terus ternyata, Sigit.com itu Science Interest Group anjing, keren juga ya. Jadi gue cari kata-kata sendiri".

Cerita itu dapat mewakili sisi intelek sekaligus humoris yang terdapat pada The Super Insurgent Group of Intemperance Talent, kuartet asal Bandung yang menggabungkan tema lirik yang kontemplatif dengan musik rock & roll primitif, di mana Led Zeppelin, The Clash dan The Beatles menjadi pengaruh utama yang menyatukan selera keempat sahabat ini. Kami ter-influence lagu-lagu lama, tapi intinya kami memang suka ngerock, kata bassis Aditya Bagja Mulyana alias Adit, 25 tahun. Bukan ngepop, karena kami bukan penyanyi yang baik.

The S.I.G.I.T. memanfaatkan situs jejaring sosial seperti myspace, friendster, facebook, bebo, dll, untuk mengenalkan lagu-lagu mereka ke seluruh dunia . akhirnya, lewat internet pula mereka ditemukan oleh salah satu pemilik label di Australia yang kemudian menawari band ini untuk membuat album The S.I.G.I.T versi Australia.The S.I.G.I.T baru dikenal oleh masyarakat pecinta musik secara luas setelah membuat lagu untuk soundtrack sebuah film (Catatan Akhir Sekolah) dengan lagu “Did I ask yer opinion”.

Band yang mengusung garage rock dengan tampilan seadanya yang dibentuk ketika zaman sekolah setingkat SMP antar teman saling bertemu diantaranya yaitu Rekti, Adit dan Acil yang kemudian membentuk sebuah band yang mengusung ciri khas dengan sound dari mulai The Stone Roses sampai dengan Led Zeppelin, dimana personil band yang selama itu ada saling silih berganti, ada yang datang ada yang pergi, dengan, kemudian pada tahun 2002, Farri datang ke dalam band tersebut, dengan kemampuannya dalam “recording dan arranging” dimulailah mereka untuk menciptakan lagunya mereka.

Mereka berasal dari perguruan tinggi di Bandung. Rekti saat ini sedang menyelesaikan S2 di Teknik Lingkungan ITB, Adiet sarjana IT dari Universitas Maranatha Bandung. KalauAchiel Sarjana S1 Arsitektur Universitas Parahyangan sementaraFarri sedang studi S2 di jurusan Arsitek ITB. Wah pintar-pintar yah, calon master yang jago di bidang musik.

Achiel A.K.A Donar Armando Ekana menjelaskan kenapa bahasa Inggris yang mereka pakai dalam kata-kata di liriknya karena mereka ingin beda, dan sederhananya mereka lebih senang main dengan kata-kata bahasa Inggris. “Kalau dengan bahasa Inggris lebih mudah mendapat gabungan kata, dan maknanya lebih dalam,” ujarnya.

Hampir semua lagu mereka kemas dalam bahasa Inggris, tapi bukan berarti tidak ada bahasa Indonesianya. Di album pertama yang juga berjudul The S.I.G.I.T. dirilis tahun 2004 banyak juga yang memakai bahasa Indonesia. Di album keduanya yang berjudul "VISIBLE IDEA OF PERFICTION" yang dirilis tahun 2006 judul lagu-lagu andalannya seperti Soul Sister juga dikemas dalam bahasa Inggris. Nowhere End dan All the Time yang bercerita tentang cinta, walau dengan sudut pandang yang tak biasa. Yah, begitulah The S.I.G.I.T. memang senang mengekspresikan kata-kata lewat bahasa Inggris, itu juga karena mereka memang lebih sering manggung di luar negeri. Seperti di Australia dan Singapura.
Bukan berarti kalau udah main di dua negara itu terus puas. Mereka masih memendam keinginan tampil di Texas, Amerika Serikat, dalam ajang South by South West. “Maret kemarin, mestinya kami main di sana, tapi terlambat mengurus visa,” ujar Farri, sang gitaris.

Ada sebuah tema besar yang dapat ditangkap, yaitu ketidakpuasan terhadap kondisi sekitar. Live in New York bercerita tentang keinginan untuk hijrah ke tempat yang lebih menarik; New Generation menghujat lingkaran setan yang menghubungkan malnutrisi dengan kebodohan; dan empat lagu Let It Go,Save Me,Clove Doper dan Satan State“ adalah komentar terhadap sifat orang-orang di sekeliling saya, menurut Rekti, yang menyebut politikus, dosen, tokoh agama dan orang Indonesia pada umumnya. Kalau ada orang yang mengatakan ˜Saya orang suci, Anda tidak suci, saya membantah semua orang yang mengatakan bahwa ˜Saya superior dalam bidang tertentu. Bagi saya, itu adalah sesuatu yang tidak menarik dan tidak penting.

Tak semua lagu mengandung tema seberat itu. Soul Sister bercerita tentang teman SMP Rekti dan Adit yang memanfaatkan jasa seorang waria; Nowhere End dan All the Time malah bercerita tentang cinta, walau dengan sudut pandang yang tak biasa. Saya pernah mendapat e-mail yang membahas itu, dan itu bikin semangat untuk belajar lebih banyak lagi tentang bagaimana menulis lirik, daripada mendengar pujian yang lagu lo ngerock banget! kata Rekti. Senang sih, cuma itu saya anggap ya udahlah. Bisa berbahaya untuk diri sendiri. Saya berharap kalau ada yang mendengarkan dan memperhatikan lirik, apa yang saya maksud bisa sampai, dan kalau menyampaikan kritik sesuai dengan apa konteksnya.

Butuh waktu nyaris tujuh tahun bagi The S.I.G.I.T. untuk merilis album penuh keduanya setelah Visible Idea of Perfection. Akhrinya The Sigit merilis album baru bertitel Detourn pada 16 Maret 2013, seperti diumumkan lewat situs resmi mereka.

Single perdana dari album "Detourn" berjudul "Let the Right One In". Detourn diisi oleh sebelas lagu yang secara berurutan memiliki judul "Detourne", "Let the Right One In", "Son of Sam", "Gate of 15th", "Tired Eyes", "Owl & Wolf", "Black Summer", "Red Summer", "Ring of Fire", "Cognition" dan "Conundrum". 

Anggota Band:
Rektivianto Yoewono a.k.a Rekti [Vocal & Guitar] 
Farri Icksan Wibisana a.k.a Farri [Guitar] 
Aditya Bagja Mulyana a.k.a Adit [Bass] 
Donar Armando Ekana a.k.a Acil [Drum] 




Mengenal NDX A.K.A pemuda yang dulunya berprofesi sebagai kuli dan tukang parkir


NDX A.K.A merupakan duo yang dibentuk oleh Yonanda Frisna Damara (22) dan Fajar Ari alias PJR (23) keduanya merupakan pemuda asli Imogiri, Bantul, Jogjakarta. Sejumlah single ciptaan mereka seperti Sayang, Kelingan Mantan, Bojoku Ketikung, Tewas Tertimbun Masa Lalu, dan Terminal Giwangan nge-hits saat dibawakan oleh Orkes Melayu. Yang paling populer adalah Sayang yang dinyanyikan oleh Via Vallen. Duo musisi muda ini mungkin jarang dikenal orang kota tapi para penggemar dangdut terutama Vyanisti pasti kenal betul dengan pemuda yang dulunya berprofesi sebagai kuli dan tukang parkir ini.
Karir NDX A.K.A naik tajam usai mereka tampil di Festival Kesenian Yogyakarta pada tahun 2016 lalu. Siapa yang menyangka duo pemuda yang bermula dari kuli dan jukir ini dinantikan oleh ribuan penonton dalam acara tersebut.Sebelum dikenal sebagai duo dangdut hip hop, para personil NDX A.K.A masing-masing berprofesi sebagai jukir dan kuli.

Sementara itu Nanda mengungkapkan bahwa kegemarannya menulis lagu dimulai sejak di bangku SMP. "Sejak SMP iseng bikin lagu dan jalan sendiri tampil di pensi tapi kok sepi. Saya akhirnya mengajak PJR di tahun 2011 hingga sekarang," imbuh pemuda berusia 22 tahun ini.

Lagu-lagu NDX yang berciri khas menggunakan bahasa Jawa dan Rap ini rupanya diciptakan oleh Nanda, dibantu dengan Mas Andy Bendol dari Crazy Gila Production. Bisa dibilang single mereka penuh dengan kearifan lokal karena memang terinspirasi dari pengalaman pribadi atau curhatan teman.

"Kami mencoba membuat ciri khas sebagai orang Jawa. Kami juga ingin seperti idola kami, Jogja Hip Hop Foundation yang bisa membawa Bahasa Jawa sampai kancah internasional," ungkap Nanda saat ditanya soal lirik lagu-lagu yang diciptakannya.

Awalnya NDX diragukan dan mendapatkan konfrontasi karena mengawinkan hip hop dengan dangdut namun kini musik mereka dapat diterima dengan baik. Nanda juga mengaku bahwa mereka bukanlah satu-satunya musisi dangdut hip hop, ada sejumlah musisi lain di Yogyakarta yang mengusung genre sama. Yang membuat NDX A.K.A ini berbeda adalah campuran genre lain seperti ska, reggae, keroncong, dan bumbu Rap.

Sebelum mengecap kesuksesan di panggung lokal seperti saat ini, NDX A.K.A pernah mengalami masa sulit. Mulai dari pendapatan Rp 30 ribu sebagai juru parkir hingga tidur di pelataran toko saat manggung dan kedinginan. NDX A.K.A pun juga sempat tak memahami soal hak cipta, royalti, dan keuntungan via aplikasi streaming.

"Jujur, kita kalah pintar dan nggak tahu ada aplikasi yang berisi full mp3 NDX. Padahal sekali download bisa dapat Rp 19 ribu, kita nggak tahu siapa yang mengunggah," jelas duo ini.

NDX pun pernah mendapatkan konfrontasi akibat persilangan genre dangdut dengan hip hop yang diusungnya. "Kami pernah dibilang merusak citra hip hop tapi kita cuek saja, kita tetap di pendirian dengan musik seperti ini hingga sukses sampai sekarang," pungkas PJR dan Nanda.